Satu Buku Sejuta Kenangan


Saya menatap kamar ini. Kamar semasa saya gadis. Ukuran kamar masih sama. Ranjang, lemari dan kaca rias terlihat baru. Perabotan kamar yang lama saya boyong ke rumah di Bintaro. Sudah jadi semacam kebiasaan orangtua di kampung saya untuk menghadiahkan anak perempuannya yang baru menikah dengan seperangkat perabotan kamar seperti ranjang, lemari dan kaca rias.

Yang tak berubah tentu saja rak buku kecil dengan foto diri saya semasa kecil. Rak itu isinya buku-buku saya semasa gadis yang sebagian sudah disumbangkan ke sebuah perpustakaan sekolah. Harga sebuah buku memang murah. Tapi, entah kenapa awalnya saya selalu merasa berat jika hendak memberikan buku saya yang sudah tak terpakai. Bagi saya, sebuah buku berarti sejuta kenangan di baliknya. Majalah-majalah Annida dan Ummi bekas yang pernah saya sumbangkan juga punya kenangan. Di baliknya, ada cerita suka dan duka saat saya bekerja di perusahaan yang menerbitkan majalah tersebut.

Selepas kuliah, saya pulang lagi ke rumah orangtua. Saat membantu saya packing, bapak saya bilang kalau buku-buku novel saya lebih banyak dari buku pelajaran. Saya cuma nyengir. Mau bagaimana lagi. Saya memang suka baca buku fiksi saat itu. Membacanya menjadi sebuah hiburan di kala pusing memikirkan kuliah. Alhasil, di kampus saya tidak cemerlang. Menjadi penulis fiksi pun setengah-setengah. Itu akibatnya kalau tak fokus. *jitak diri sendiri.

Kembali lagi dengan cerita buku. Saya punya sebuah buku berjudul Cinta dan Persaudaraan. Buku ini hadiah dari seorang..ehm..teman ikhwan yang sama-sama ngajar di mesjid dekat kost-kostan. Saya juga tak tahu maksudnya. Tiba-tiba saja murid saya menyerahkan buku itu. Dari kak anu, katanya. Coba pikir, seorang lelaki tiba-tiba memberikan sebuah buku pada wanita yang akrab pun tidak. Kira-kira, apa maksud di baliknya. Hehe..tapi saya tak mau ke-GR-an ah. Bukunya sih saya terima, kan bagus isinya. Gratis lagi. Perkara hal lain, kesampingkan saja. Tak usah bahas duluan. Memegang lagi buku itu di tangan, membuat saya senyum-senyum sendiri. Mm..masa muda. Eh..ssst...sekarang emang masa udah tua ya? *nanya sendiri


Tangan saya lalu bergerak menelusuri satu demi satu buku di rak kecil itu. Saya meraih sebuah buku berjudul Cinta dan Anggur karya Syekh Muzaffer Ozak. Sebuah buku tentang dunia sufi. Ya, saya sempat 'terjerumus' dan jatuh cinta ke dunia yang satu ini. Namun hanya sebatas pergolakan dalam hati dan pikiran saja. Alangkah indahnya jika dunia kita hanya ibadah dan ibadah, alangkah indahnya jika semua yang kita ucapkan dan lakukan hanya untuk Tuhan, dan sebagainya. Pada satu titik, saya merasa bosan sendiri. Dunia ini luas, banyak lahan ibadah. Allah pun menyuruh manusia bekerja seolah akan hidup lama dan menyuruh ibadah seolah akan mati besok. Hidup ini haris seimbang agar tak timpang.


Buku lainnya berjudul Sukses Menikah Saat Kuliah karya Suryadi, AZ. Buku ini saya miliki saat saya hendak menikah dengan calon suami. Saat itu saya memang masih menyelesaikan pendidikan sarjana di tingkat akhir. Keputusan menikah saat masih kuliah diambil karena menimbang usia saya yang sudah lebih dari cukup untuk menikah. Usia boleh banyak, tapi pengalaman tentang menikah tentu belum ada. Karena itulah saya mencoba mencari tahu lewat berbagai media, salah satunya buku ini.


Buku adalah materi yang dititipkan-Nya untuk manusia. Satu saat saya harus merelakannya pergi seperti halnya benda dan makhluk lain. Mungkin ia akan rusak, hilang, tak kembali saat dipinjam, dan sebagainya. Namun, kenangan di baliknya insyaAllah tak akan hilang. Hanya diri kita yang bisa menyimpan kenangan itu di hati.

#edisimudik


Comments

Popular posts from this blog

6 Perbedaan Belanja Online dan Toko Konvensional

Cara Mudah Mendapatkan Kuota Internet Gratis

Semakin Bersyukur di Usia Cantik