Uang, Masalah Yang Sensitif

Pagi itu, seperti biasa saya membeli sayur di tukang sayur yang mangkal tak jauh dari rumah. Di sana, sudah ada beberapa mbak asisten rumah tangga tengah ngobrol dengan ibu penjual sayur. Dari pembicaraan mereka yang saya dengar, ibu penjual sayur sedang 'murka' pada seorang mbak -tidak ada disana- yang berhutang padanya sudah lama dan tak pernah dilunasi. Saya hanya menganjurkan untuk menagihnya, tak mau ikut larut dalam emosi si ibu. Begitulah kalau sudah sampai di tempat berkumpulnya ibu-ibu. Kalau tidak malu dan menahan mulut, tentu saya juga sudah berkeluh kesah tentang segala hal.

Masalah yang menyangkut uang memang sangat sensitif. Banyak cerita anak yang memperkarakan orangtua di pengadilan karena uang, orangtua yang menyalahgunakan harta anak, atau hubungan antar saudara yang renggang karena uang. Naudzubillahi min dzaalik.

Saya sendiri, kalau sedang ada rejeki dan ada ijin suami tentu mau saja meminjamkan sejumlah uang pada teman, apalagi pada saudara. Tapi kalau sudah berhutang, jangan lupa untuk membayar walau dengan cara mencicil. Saya rasakan sendiri kalau punya hutang itu rasanya tidak tenang dan malu jika ketemu orang yang meminjamkan uang, walaupun saudara. Kalau perlu, ada hitam di atas putih sebagai bukti hutang piutang.

Ada cerita menggemaskan dari teman saya. Alkisah suaminya sedang mencari rumah untuk dibeli. Ditunjukkanlah sebuah rumah oleh teman si suami sambil berkata, "Aku tunjukkan rumah yang mau dijual di daerah anu nanti aku kasih nomer telepon penjualnya. Tapj aku minta bayaran sekian juta!" Astaghfirullah, cuma menunjukkan tempat saja ada perhitungannya, sama teman pula. Beda perkara jika dia membantu mengurus pembelian rumah. Si suami tidak bilang iya dan tidak. Ketika rumah jadi dibeli, teman si suami pun minta bagian dengan setengah memaksa dan membawa-bawa nama Tuhan. Bahwa jika uang tidak diberikan, suami teman saya termasuk pembohong dan akan dilaknat Allah! Akhirnya karena tidak tahan dengan rongrongan teman suaminya, teman saya pun membayarkan sejumlah uang di bawah jumlah yang diminta. Mm, kadang uang membuat seseorang berfikir tidak pada tempatnya.

Dalam hidup yang semakin kapitalis ini, kita seakan tidak bisa menghindar dari hutang. Beli rumah, mobil, bahkan buku bisa dikredit selama berbulan-bulan dan bertahun-tahun. Selama itu pula kita ditagih sejumlah pembayaran atas barang yang kita kredit. Selama kita mampu membayar sih tak apa-apa. Tapi jika memang kemampuan kita terbatas, lebih baik menghindari hutang.

Ada doa yang diajarkan Nabi SAW agar kita terhindar dari hutang, untuk dibaca setiap pagi dan petang. Doanya adalah:

(Sumber: eramuslim.com)

Artinya: “Ya Allah aku berlindung dari kesusahan dan kedukaan, dari lemah kemauan dan rasa malas, dari sifat pengecut dan bakhil, dari belenggu hutang dan tekanan manusia.”

Semoga kita semua termasuk orang yang menghindari hutang, dan diberikan rejeki jika harus membayarkan hutang. Aamiin.

Comments

  1. Saya termasuk orang yang berusaha menghindari berhutang, temasuk memberi hutangan, hehe.. Paling malas nagihnya mak..

    ReplyDelete

Post a Comment

Terimakasih sudah meninggalkan komentar yang baik dan sopan.

Popular posts from this blog

6 Perbedaan Belanja Online dan Toko Konvensional

Cara Mudah Mendapatkan Kuota Internet Gratis

Semakin Bersyukur di Usia Cantik