Surabi, Makanan Kampung Yang Makin Mendunia



Surabi, sudah pasti anda tahu makanan ini, ya kan. Makanan berbentuk bulat, berwarna putih, dan kadang diisi dengan berbagai toping ini, sudah dikenal secara nasional bahkan mulai mendunia.

Kenapa saya menyebutnya makanan kampung? Dulu saya mengira makanan ini hanya ada di kampung saya. Saya lahir dan besar di sebuah kampung atau desa di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Tetangga saya, rumahnya tepat di samping kanan, adalah pembuat dan penjual surabi. Seringkali setiap pagi sehabis Subuh, ibu menyuruh saya membelikan surabi dan gorengan di rumahnya. 

Suasana masih gelap dan dingin, kadang pintu dapur sang tetangga pun tertutup. Tapi begitu dibuka, suasana sangat hangat datang, berasal dari tungku berbahan bakar kayu yang sedang dipakai untuk memasak surabi. Sepanci adonan surabi berada tak jauh dari tungku, siap dituangkan ke cetakan keramik yang menghitam.

Surabi + gorengan ala kampungku
Di atas dipan kayu tak jauh dari kayu, ada sekeranjang gorengan yang siap menjadi teman surabi untuk disantap. Ada pia-pia1, goreng aci (cireng), gemet2, goreng dage3, dan sebagainya. Saya paling suka makan surabi dengan goreng aci atau goreng dage. Renyahnya gorengan tersebut berpadu dengan lembutnya surabi, kadang membuat saya ketagihan. Sebuah rasa dari masa kecil yang selalu membuat saya kangen akan rumah orangtua di kampung halaman.

Setiap pulang kampung pun, ibu tak lupa selalu menyuguhkan surabi beserta gorengan. Tetangga saya masih berjualan sampai sekarang walaupun usianya mulai sepuh. Tapi selain beliau, banyak juga muncul pedagang surabi lainnya. Salah satunya gadis kecil yang setiap pagi berteriak menjajakan surabi ke rumah rumah sambil berteriak, “Surabina badeeee4…”

Oleh-oleh surabi Enhai dari acra Women Talk Jakarta
Sejarah Surabi

Tak banyak referensi yang mengangkat sejarah surabi. Kalaupun ada, beritanya simpang siur dan berbeda dari referensi satu dengan lainnya. Menurut pakar kuliner Bondan Winarno, asal muasal Serabi ada dua kemungkinan. Pertama, dari india. Disana, ada kudapan dari tepung beras dan santan yang disebut appam. Kedua, pengaruh dari Belanda, terutama bila dilihat ada jajanan di Sumatera Barat yang disebut pinukuik (pancake dalam bahasa Belanda). Keduanya sangat mungkin sebagai awal mula adanya surabi di Indonesia. Dua Negara tersebut di masa lalu sangat erat kaitannya dengan negeri ini. India seringkali mengadakan hubungan dagang dengan nusantara di masa lalu. Sedangkan Belanda pernah menjajah negeri ini selama 350 tahun. Sudah pasti banyak hal yang ditinggalkan, salah satunya makanan.

Konon, nama surabi berasal dari kata sura (bahasa sunda) atau suro (bahasa Jawa) yang artinya besar. Penamaan surabi bisa jadi karena makanan ini mengiringi peristiwa besar dalam masyarakat. Dalam tradisi masyarakat Indonesia, ada semacam kenduri pada malam tanggal 27 Rajab saat memperingati Isra Mi’raj dengan menyediakan kue serabi atau apem. Pada masyarakat Aceh, terdapat kisah yang mengiringi tradisi ini. Dikisahkan, ada seseorang yang ingin mengetahui nasib orang dalam kubur. Ia berpura-pura mati dan dikubur dalam tanah. Ketika malaikat maut bertanya tentang agamanya, ada benda berbentuk bulat yang melindunginya. Begitu ia keluar dari tanah, benda bulat seperti yang ia lihat di alam kubur itu ternyata kue serabi atau apem yang sedang dibuat dan dibagikan keluarganya pada masyarakat. 

Serabi Jakarta (wikipedia)

Saya mengenal surabi pertamakali di kampung halaman. Setelah dewasa, saya baru tahu ternyata surabi bisa ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Jawa Barat ada surabi Bandung. Surabi menggunakan tepung terigu sebagai bahan utama dan disajikan dengan kuah dari gula jawa dan santan. Ada juga surabi dengan berbagai toping yang pertamakali diperkenalkan oleh Surabi Enhai. Dinamakan demikian karena berdekatan dengan kampus NHI Bandung. Walaupun lokasi gerai Surabi Enhai berdekatan dengan kampus saya di Politeknik Negeri Bandung, saya jarang beli karena antriannya sangat panjang. Saya lebih suka nitip ke teman satu kos yang memang sering beli surabi Enhai.

Ada juga serabi rengasdengklok yang umumnya berwarna hijau karena mengandung bahan pendukung daun suji. Adonannya selain tepung beras juga dicampur tepung ketan dan disajikan dengan saus gula merah. Di Kuningan, surabi dimakan dengan gorengan seperti yang saya sebutkan sebelumnya. Di Jawa tengah ada Surabi Solo. Bahan utamanya tepung beras  dan santan, biasa juga diberi taburan berupa potongan pisang, nangka atau bahkan meses dan keju. Surabi yang terkenal berasal dari daerah Notokusuman, yang sering disingkat menjadi Notosuman (Srabi Notosuman). 

Serabi solo (wikipedia)

Di Jakarta, makanan sejenis surabi disebut Kue Ape atau kue tetek. Surabi menggunakan tepung terigu dan susu sebagai bahan utama dan cenderung seperti surabi solo yang bertekstur lembut. Saat ini dijual dengan variasi warna dan taburan di atasnya seperti keju dan meises. Di ranah minang surabi menggunakan kuah dari campuran gula dan buah-buahan, terutama surabi kuah durian yang paling banyak dicari.

Kandungan Gizi Surabi

Makanan kampung ini ternyata banyak juga nilai gizinya. Berikut saya kutip kandungan gizi surabi dari organisasi.org dari berbagai publikasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia serta sumber lainnya, dengan catatan riset yang berbeda bisa menghasilkan kandungan gizi yang berbeda.

Nama Bahan Makanan : Kue Serabi
Nama Lain / Alternatif : -
Banyaknya Kue Serabi yang diteliti (Food Weight) = 100 gr
Bagian Kue Serabi yang dapat dikonsumsi (Bdd / Food Edible) = 100 %
Jumlah Kandungan Energi Kue Serabi = 245 kkal
Jumlah Kandungan Protein Kue Serabi = 6 gr
Jumlah Kandungan Lemak Kue Serabi = 5 gr
Jumlah Kandungan Karbohidrat Kue Serabi = 43,9 gr
Jumlah Kandungan Kalsium Kue Serabi = 22 mg
Jumlah Kandungan Fosfor Kue Serabi = 20 mg
Jumlah Kandungan Zat Besi Kue Serabi = 2,6 mg
Jumlah Kandungan Vitamin A Kue Serabi = 0 IU
Jumlah Kandungan Vitamin B1 Kue Serabi = 0 mg
Jumlah Kandungan Vitamin C Kue Serabi = 0 mg

Apabila surabi dipadukan dengan berbagai bahan lainnya seperti oncom, pisang, telur, dan sebagainya, tentu semakin banyak nilai gizi yang didapatkan. Apalagi proses pembuatannya tidak menggunakan minyak karena dipanggang sehingga dapat mengurangi resiko kelebihan lemak.

Surabi Makin Mendunia

Surabi merupakan 1 dari 30 ikon kuliner Tradisional Indonesia (IKTI) atau makanan khas Indonesia yang wajib diajarkan di seluruh sekolah pariwisata di Indonesia. Menurut Direktur Pengembangan Wisata Minat Khusus, Konvensi, Insentif, dan Even Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Achyarudin, penetapan 30 IKTI itu bertujuan untuk menyetandarkan nomenklatur kuliner tradisional Indonesia serta menyetandarkan resep dan proses kuliner tradisional Indonesia melalui dapur uji coba. Juga sebagai upaya mengembangkan kuliner Indonesia di pasar dunia dan melestarikan kekayaan kuliner tradisional Indonesia.

sumber: wikipedia

Wah, sebagai orang yang mengenal makanan ini sejak kecil, saya jelas merasa bangga jika surabi semakin mendunia. Orang akan mengenal surabi sebagai salah satu kuliner khas Indonesia bernilai gizi dengan proses pembuatan yang unik, yaitu dibakar dia tas tungku memakai wajan tanah liat. Bahkan katanya sudah ada orang asing yang menjual surabi di negerinya (belum dapat referensi sohihnya).

Yang belum pernah mencicipi surabi, yuk cobain deh. Atau, datang ke kampung saya untuk melihat langsung cara membuatnya. Pasti asyik, pagi-pagi sarapan surabi ditemani kopi atau susu hangat sambil menikmati pemandangan Gunung Galunggung yang biru menjulang. Saya tunggu ya!

Keterangan:
  1. Pia-pia = bala-bala atau bakwan
  2. Gemet = Singkatan dari dage saemet (oncom sedikit) atau di daerah lain disebut comro, singkatan dari oncom dijero (oncom didalamnya)
  3. Goreng dage = goreng oncom, oncom digoreng dengan dibalut tepung.
  4. Surabina bade = Surabinya mau?

Sumber referensi:


Comments

  1. Aku juga suka makan surabi, mak. Enak dan bikin nagih. Kalau di Bengkulu ada Surabi Pak Ajat namanya :)

    ReplyDelete
  2. Kalau di Gorontalo namanya surabe mbak...
    tapi pasangannya bukan gorengan, tapi Gula jawa / gula merah yang di didihkan...

    wah penasaran pengen nyicipsurabinya dari jawa barat....

    ReplyDelete
  3. paling suka kao ke kedai surabi itu ngelihat proses masaknya,pernah sekali nyoba yang topping telur,enak juga dicocol pake saos hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. saya blm nyoba kalo pake toping telor..pasti kenyang ya

      Delete
  4. Kalau dikampung sering makan Surabi, tapi semenjak kuliah tidak pernah makan lagi. Saya baru tahu juga kalau surabi punya banyak kandungan gizi.

    ReplyDelete
  5. Serius banget, kepingin serabi belum kesampaian di Rumah Mayamu ada Mbak, tapi enggak bisa nyomot. Heheee. kalau di tempatku dulu namanya serabi ya...jarang sekarang yang jual. Ada yang Enhai itu yaaa...

    ReplyDelete
  6. Wajannya khusus ya Bun, untuk membuat surabi.

    ReplyDelete
  7. didekat rumah saya serabi dibikin jadi macam macam rasa,, pengelolanya masih muda lagi,,,,, dan sudah buka cabang di Austria hihihi

    ReplyDelete
  8. Memang sepertinya ini salah satu jenis kuliner imitasi dari pancake (panekuk) yang diperkenalkan bangsa penjajah. Susu diganti santan dan tepung terigu diganti tepung beras sesuai pangan lokal yang banyak tersedia di Indonesia. Klo saya senengnya makan serabi dicocol es krim, hehehe.

    ReplyDelete
  9. Dage itu oncom? di daerah saya (Ciamis-Banjar) Dage itu hasil olahan lagi dari Galendo (ampas minyak kelapa yang rasa dan aromanya uenaakkk bingits).

    Saya juga suka sorabi, apalagi sorabi pake oncom pedes, mmm..

    ReplyDelete
  10. aku suka surabinya bandung, mbaa,, bisa kasih topping macem2, paling sukacokelat, keju, dan oncom pedes..sekali pesen bisa 3 macem hehe #rakus

    ReplyDelete
  11. Ada banyak macam-macam serabi. Beda daerah beda citarasanya. Kayanya Makanan Indonesia

    ReplyDelete
  12. surabi itu paling enak kalau dibikin dawet! jadinya dawet surabi gitu~

    ReplyDelete
  13. Aku suka yg khas kampung yeh nia itu sm persis kyk kampungku, santennya gurih dan original, klo yg rasa macem macem ga gitu suka

    ReplyDelete
  14. surabi makin banyak versinya ya mba, dengan berbagai toping, tapi tetep surabi yang original lebih nikmat ya

    ReplyDelete

Post a Comment

Terimakasih sudah meninggalkan komentar yang baik dan sopan.

Popular posts from this blog

6 Perbedaan Belanja Online dan Toko Konvensional

Cara Mudah Mendapatkan Kuota Internet Gratis

Semakin Bersyukur di Usia Cantik